Wednesday, February 15, 2012

trauma toraks


                                                            BAB  I
LATAR  BELAKANG

Trauma adalah penyebab kematiaan utama pada manusia antara usia 1 dan 44 tahun. Pada kelompok usia yang lebih tua, penyebab kematiaan ini hanya dilampui oleh kanker dan penyakit kardiovaskuler. Bagaimanapun kerugiaan akibat trauma dalam hal kehilangan kesempatan hidup produktif melebihi kerugiaan yang ditimbulkan oleh kanker dan penyakit kardiovaskular. Trauma telah menjadi masalah kesehatan dan sosial yang signifikan.
Kemajuan dalam bidang keperawatan pasien trauma telah dicapai dalam beberapa decade terahir. Perkembangan pusat- pusat pelayanan trauma telah menurunkan mortalitas dan morbalitas diantara korban kecelakaan. Perawatan dan sarana angkutan prarumah sakit yang semakin baik telah menyebabkan kenaikan jumlah korban kecelakaan dengan keadaan kritis sampai kerumah sakit dalm keadaan hidup. Akibatnya,pasien trauma yang tiba diunit perawatan kritis sekarang ini cenderung mengalami cedera serius yang melibatkan banyak organ. Dan mereka sering kali membutuhkan asuhan keperawatan yang ektensif  dan kompleks.

A.                Pengertian
Trauma adalah cedera atau ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional     ( Dorland, 2002 ). Trauma toraks adalah   semua ruda paksa pada toraks dan dinding toraks, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul( Hudak ,1999).Trauma toraks  lika atau cedera yang mengenai rongga toraks yang dapat menyebabkan kerusakan paa dinding toraks ataupun isi dari cavum toraks yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul an daoat menyebabkan keadaan gawat toraks akut .
Didalam toraks terdapat dua organ yang sangat pital bagi kehidupan manusia,  yaitu paru –paru dan jantung. Paru – paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau kerusakan.
            Toraks dan dada meliputi struktur dinding dada dan visera toraks . Isi  toraks bertanggung jawab atas pernapasan an sirkulasi darah . bagian tubuh ini merupakan aerah kritis sehingga ketika terjadi cedera di bagian tersebut dengan cepat dapat mengancam kehidupan korbannya. Toraks berhubungan erat dengan jalan nafas.

1.a       Torakotomy Resusitatif UGD ( EDRT )
            EDRT merupakan ketika pasien sudah tidak lagi memperlihatkan tanda-tanda kehidupan ,  Torakotomy dapat dilakukan di ruang resusitasi UGD. Hal ini merupakan prosedur yang agresif dan di kerjakan utuk penanganan kedaruratan pendarahan yang terus menerus . EDRT tidak dilakukan pada pasien trauma tumpuLl dengan henti jantung tanpa denyut nadi . yang merupakan permasalahan yang controversial ialah Kerangka waktu untuk hilangnya tana-tanda vital tidak konsisten dalam literature .
1.b       Kontusio Paru
            Kontusio paru merupakan ceera parenkim paru . keaaan ini sering terjadi akibat pendarahan dan odem dengan derajat tertentu . Disertai proses implamasi yang luas sampai di luar lokasi cedera. Kontosio paru mengakibatkan gangguan penyesuaian ventilasi , perfusi sehingga terjadi hipoksia . Kontusio paru terjadi akibat trauma tumpul toraks dengan fraktur iga yang multipel , flail chest , kekuatan pelambatan yang cepat , benturan yang sangat keras m atau kekuatan ledakan .
            Kontusio pulmonal akan terjadi bila perlambatan cepat memecahkan dinding sel kapiler , menyebabkan hemoragi dan ekstravasasi plasma dan protein ke dalam alveolar dan spasium interstisial . Kuntosio yang hebat juga akan mengakibatkan tekanan puncak jalan udara , hipoksemia an asidosi respiratorik.
1.c       Kontusio Jantung
            Jantung terletak di belakang sternum , sangkar iga , dan otot dada yang membantu melindungi jantung terhadap semua keadaan yang membahayakn organ tersebut . akan tetapi , pada trauma tumpul yang signifikan , jantung dapat menagalami kontusio dan memar akibat benturan dengan semua struktur ini . Kontusio yang signifikan dapat mengakibatkan gangguan fungsi jantung .
            Memar pada miokardium kebanyakan disebabkan oleh benturan dada . Perlambatan cepat mengakibatkan jantung yang berdenyut akan membentur dining pada anterior . Ventrikel kanan , karena letaknya disebalah anterior adalah yang paling sering terkena . Kontusio juga dapat terjadi apabila jantung terdesak di antara sternum dan tulang belakang . Gejala-gejala kontusio jantung bervariasi dari tidak ada gejala sampai pada gagal jantung  kongestif yang berat dan syok kardogenik .
2. Etiologi
® Kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul dinding toraks .
®Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melaluli dinding toraks
® Dapat sebabkan oleh tension pneumotoraks dada pada selang dada .
®penggunaan terapi ventilasi mekanik yang berlebihan
® Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
®Pneumotoraks tertutup tusukan pada paru oleh patahan tulang iga rupture oleh vesikel flaksid .
®Kontusio Paru , cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat
®Pneumotoraks terbuka akibat kekerasan ( tikaman atau luka tembak )
®Fraktur tulang iga
®Tindakan medis ( operasi )
®Pukulan dareh toraks

3. Anatomi Fisiologi
            rongga toraks memanjang dari tulang rusuk , terletak di bawah klavikula, pada diafragma. Diafragma adalah struktur terus bergerak, lokasi yang bervariasi dari ruang intercostal IV (pernafasan penuh) kepada kesepuluh (napas dalam-dalam) sepanjang siklus rispiratory. Oleh karena itu luka-luka di daerah ini harus selalu dipertimbangkan penghinaan potensial untuk dada dan rongga perut. Menembus trauma tepat di bawah puting yang tepat dengan mudah dapat melibatkan paru-paru, hati atau keduanya struktur.
            rongga toraks berisi saluran napas bagian bawah (utama kanan dan kiri batang bronki dan paru-paru), dan jantung, pembuluh besar, dan kerongkongan. dua belas pasang tulang rusuk melampirkan rongga dada, memberikan dukungan dan perlindungan organ. pernapasan adalah proses mekanik yang bergantung pada rongga toraks dan expansio relaksasi. Biasanya, tulang rusuk dan diafragma bergerak dalam harmoni, tapi luka traumatik menghambat proses ini.
            ketika inspirasi terjadi, diafragma turun ke bawah dan otot-otot interkostal menarik rusuk ke atas, meningkatkan tekanan negatif dalam rongga toraks. otot-otot bantu pernapasan, termasuk dinding perut, pektoralis, dan otot sternokleidomastoid, membantu proses ini. paru-paru menanggapi tekanan negatif dengan mengisi dengan udara. karena elastisitas mereka, kerugian hasil tekanan negatif di kolaps paru

3.  Patofisiologi
            Rongga dada terdiri dari sternum , 12 vertebarra toraka , 10 pasang iga yang berakjir di anterior dalam sekmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang . I alam rongga daa terdapat paru-paru yang berfungsi dalam system pernafasan . apabila rongga ada menagalmi kelainanj maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan .akibat trauma dada disebabkan olehkarena :
 Tension pneumotoraks cedera pada paru memungkinkan masukknya udara ke dalam rongga pleura , tekanan meningkat , menyebabkan pergeseran media stinum dan kompresi paru kontra lateral .demikian juga penurunan aliran balik vena mengakibatkan kolaps nya paru . pneumotoraks tertutup di karenakan dadanya tusukan pada paru seprti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur invasive menyebabkan terjadinya pendarahan pada rongga pleura meningkat mengakibatkan paru-paru akan menjadi kolaps. Kontusio paru mengakibatkan tekanan pada rongga dada akiabtnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi terhambat , akibat terjadinya sesak nafas  , sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi syock .




BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.         PENGKAJIAN:
 Aktivitas / istirahat6
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi
 Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
 Makanan dan cairan6
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
 Nyeri/ketidaknyamanan6
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
 Pernapasan6
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
 Keamanan6
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
 Penyuluhan/pembelajaran6
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
 Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
 Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
 Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
 Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.

4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
 Pemberian antibiotika.
 Pemberian analgetika.
 Fisioterapi dada.
 Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
• Menunjukkan batuk yang efektif.
• Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
• Klien nyaman.
Intervensi :
 Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
 Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
 Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
 Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
 Pemberian expectoran.
 Pemberian antibiotika.
 Fisioterapi dada.
 Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
• Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
 Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
 Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
 Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
 Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
 Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.Ó
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
 Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
 Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
 Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
B.      R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
 Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
C.                  R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
 Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
 Kolaborasi pemberianÓ antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
• penampilan yang seimbang..
• melakukan pergerakkan dan perpindahan.
• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
 0 =ü mandiri penuh
 1 =ü memerlukan alat Bantu.
 2 =ü memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu
 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
 Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
 Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
 Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
 Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
 Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

6) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital.Ó
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
 Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.Ó
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
 Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.Ó
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
 Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb danÓ leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
 Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.Ó
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol



No comments:

Post a Comment